Solo merupakan suatu daerah yang cukup sukses dalam penanganan ketertiban kota. keberhasilan Pemerintah kota dalam menata PKL di sejumlah titik di Solo. Walaupun hingga kini masih terdapat sejumlah persoalan terkait penataan PKL tersebut. Terutama kondisi pasar-pasar yang menjadi tempat relokasi PKL dari sejumlah kawasan. Contoh ini dapat dilihat di kondisi Pasar Panggungrejo, Jebres, yang saat ini masih sepi. Walaupun belum berhasil 100% tetapi Penataan PKL (Pedagang Kaki Lima) di Solo dapat dijadikan percontohan ditingkat nasional.
PKL (Pedagang Kaki Lima) merupakan salah satu penyumbang perputaran ekonomi di suatu daerah. Walaupun unit usahanya tergolong kecil tetapi ketika para PKL dikumpulkan akan mempunyai nilai yang tinggi bagi perkembangan suatu daerah.
Berikut ini adalah karateristik PKL sebagai suatu usaha yang dijalankan oleh masyarakat.
• Modal usaha terbatas/kecil
• Waktu tidak teratur
• Tempat tidak permanen
• Pelanggan pada umumnya menengah kebawah
• Pendapatan kecil dan untuk sendiri
• Menggunakan tenaga kerja sedikit
• Tanpa keahlian dan ketrampilan khusus
• Tidak ada keterkaitan dengan usaha lain
• Jenis dagangan tertentu
• Menyediakan barang dan jasa
• Tanpa ijin/ilegal
• Tidak teratur dan bersifat kompetitif
Di berbagai daerah di Indonesia, termasuk di Kota Surakarta/Solo PKL dianggap sebagai usaha yang bergerak di bidang informal tetapi juga mempunyai banyak segi manfatnya, adapun sisi positif/manfaat adanya PKL adalah
§ Dapat dilakukan banyak orang
§ Menghidupkan daerah yang sepi
§ Alternatif lapangan pekerjaan
§ Mengurangi pengangguran
§ Menumbuhkan jiwa kewirausahaan
§ Menggerakkan dinamika pembangunan /pemberdayaan ekonomi
§ Penyumbang PAD
Selain mempunyai sisi positif, ternyata keberadaan PKL dikota Solo juga mempunyai beberapa segi negatifnya. Adapun segi negatif adanya PKL di Kota Solo adalah sebagai berikut :
§ Menyebabkan kemacetan lalu lintas
§ Terganggunya kebersihan dan keindahan kota
§ Terganggunya kenyamanan pemilik lahan/rumah
§ Terganggunya fasilitas umum kota
§ Potensi konflik horisontal
§ Salah satu sumber kekumuhan kota
PKL dikota Solo/Surakarta selain mendatangkan segi positif, juga mendatangkan efek negatif terhadap kebersihan dan kenyamanan kota Solo, maka pemerintah kota Solo mempunyai pemikiran mengatasi permasalahan PKL di kota Surakarta. Adapun PKL dan tempat PKL yang ada di Kota Solo adalah sebagai berikut :
PENATAAN PKL KOTA SURAKARTA |
TAHUN | BELUM DITATA | SUDAH DITATA |
2005 | 5.817 | - |
2006 | 4.828 | 989 PKL |
2007 | 3.406 | 1.422 PKL |
2008 | 2.657 | 749 PKL |
2009 | 2.344 | 313 PKL |
2010 | 2.106 | 238 PKL |
JUMLAH SUDAH TERTATA | 3.711 PKL |
SHELTER PKL KOTA SURAKARTA |
LOKASI | JUMLAH |
Taman Jurug | 23 |
TamanMakan Pahlawan | 46 |
Pedaringan | 18 |
Manahan | 180 |
Solo Square | 89 |
Loji Wetan | 26 |
Dr. Wahidin | 16 |
Jl. Hasanudin | 92 |
Pucang Sawit | 9 |
Timur PDAM | 9 |
JUMLAH | 508 |
B. Kebijakan Penataan PKL di kota Solo
Perkembangan PKL yang makin lama makin meningkat maka menyebabkan timbulnya berbagai permasalahan, permasalahan yang muncul menimbulkan Pemikiran Warga Kota Terhadap keberadaan 5.817 PKL di kota yang strategis itu. Pemkiran untuk mengatasi permasalahan PKL di Solo muncul pada tahun 2006.
Pemikiran warga Solo tersebut ada yang positif maupun negatif, berikut ini adalah pemikiran warga Solo terkait dengan keberadaan PKL.
Pemikiran Positif :
§ Aset Kota untuk diberdayakan
§ Peluang kesempatan kerja
§ Penyangga katup ekonomi informal
Pemikiran Negatif :
§ Merusak fasilitas umum dan lingkungan
§ Merampas hak warga kota
§ Potensi Konflik
Dengan adanya pemikiran tersebut kemudian pemerintah kota Solo perhatian dan tanggap terhadap pemikiran yang ada dimasyarakat. Akhirnya pemerintah kota Solo mempunyai pemikiran untuk menertibkan adanya PKL di kota Solo. Dan kemudian penataan PKL di kota Solo terus mendapatkan dukungan dari berbagai pihak, baik pemerintah maupun masyarakat.
Adapun faktor pendukung untuk mengurai persoalan PKL adalah sebagai berikut :
• Karakter kepemimpinan lokal/Wali Kota Solo yang Cerdas, Santun, Konsisten
• Komitmen bersama antara pemerintah dan masyarakat dalam Pemberdayaan PKL
• Adanya solusi yang ditawarkan oleh pihak pemerintah kota Solo.
Komitmen bersama dalam mewujudkan kebijakan pemerintah kota dalam penataan PKL di Kota Solo di sepakati oleh Legislatif, Muspida kota Solo, SKPD terkait, masyarakat dan instansi vertikal, sehingga komitmen untuk mengatatasi permasalahan PKL di Kota Solo semakin meningkat baik di dalam masyarakat maupun pemerintah kota Solo.
Dengan adanya dukungan dari berbagai pihak yang ada di kota Solo maka pemerintah Kota Solo semakin mempunyai komitmen kuat untuk melaksanakan peraturan yang ada di kota Solo terkait dengan penataan kota dan PKL.
Surakarta/Solo memiliki peraturan perundang-undangan tentang penataan Pedagang Kaki Lima (PKL) yang telah diimplementasikan. Peraturan perundang-undangan tersebut yaitu:
• Perda No. 8 Tahun 1995 Tentang Pembinaan dan Penataan PKL Kota Surakarta;
• SK Walikota Surakarta No. 2 Tahun 2001 tentang Pedoman Pelaksanaan Perda No. 8 Tahun 1995;
• Perda No. 3 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan PKL Kota Surakarta;
• Perda Kota Surakarta No. 7 Tahun 2009 Tentang Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah;
• SOT Kota Surakarta No. 6 Tahun 2008 Tentang Struktur Organisasi dan Tata Kerja Dinas Pengelolaan Pasar Kota Surakarta.
Peraturan tersebut kemudian semakin tegas untuk segera dilaksanakan, maka pemerintah kota Solo memulai untuk melaksanakan peraturan tersebut. Adapun penataan PKL di Kota Solo dilaksanakan melalui pendekakatan sosial buadaya.
Pendekatan penataan PKL melalui pendekatan sosial budaya tersebut mempunyai makna dalam penataan PKL di kota Solo. Berikut ini adalah pendekatan sosial budaya yang dilakukan oleh pemerintah kota Solo, yaitu :
1. Nguwongke uwong
Nguwongke uwong mempunyai makna Menempatkan Manusia pada Harkat & Martabat
2. Kemitraan
Kemitraan mempunyai makna adanya kebersamaan dalam penataan PKL anatara masyarakat, pemerintah dan PKL itu sendiri sehingga dapat menjadi semakin dimengerti oleh pihak-pihak yang terkait.
3. Hati nurani
Ada rasa saling mengisi antara satu pihak dengan pihak yang lain, atau PKL dengan masyarakat dan pemerintah.
4. Saling menghormati
Adanya Keseimbangan antar PKL, masyarakat dan pemerintah.
Selain menggunakan pendekatan sosial budaya dalam penataan PKL di Solo juga menggunakan pendekatan ekonomi. Berikut ini adalah tehnik pendekatan ekonomi yang digunakan pemerintah kota Solo dalam melakukan penataan PKL di kota Solo yaitu dengan cara:
1. Bantuan sarana & prasarana
Relokasi , Shelter, Gerobak , Tenda
2. Bantuan dari pemerintah berupa
Modal Usaha
Pemindahan
Pengangkutan
3. Perijinan
SIUP, KTPP, SHP semua diberikan gratis dari pemerintah kepada PKL.
4. Promosi
Media Elektronik , Media Cetak dan dan Hiburan
Selain itu ada tambahan dari pemerintah guna mendukung terwujudnya PKL yang tertib dan teratur. Tambahan pendukungnya yaitu:
Ä Pemberian ijin gratis (SIUP & TDP)
Ä SHP & KTPP gratis
Ä Pelatihan manajemen à pedagang
Ä Dukungan media promosi
Ä Dana penjaminan kredit à 9 Milyar
Selanjutnya selain dengan kedua pendekatan yang ada ternya pemerintah kota Solo juga menggunakan satu pendekatan lagi untuk menata PKL. pendekatan tersebut adalah pendekatan normatif. Pendekatan normatif ini adalah pendekatan yang emnggunakan aturan dan sanksi kepada PKL yang melanggar aturan yang berlaku.
Pendekatan Normatif ini di bagi menjadi 2 yaitu :
1. Pendekatan non yustisi, meliputi :
Pembinaan : Sosialisasi, Peringatan
Pemantauan
Pengawasan
2. Pendekatan yustisi meliputi :
Penindakan
Peradilan
Selain hal diatas kemajuan yang ada di kota Solo merupakan salah satu fungsi sudah adanya partisipasi masyarakat terkait dengan penataan PKL di kota Solo. Wadah dari masyarakat diberi nama PKL Center dan forum PKL. PKL center dan forum PKL ini nantinya bisa mewadahi dan menampung keluhan dan permasalahan PKL di kota ini agar untuk ke depannya tak lagi ada para PKL yang merasa tidak dilibatkan atau dipikirkan oleh Pemkot. Setidaknya forum tersebut bisa diadakan rutin, misalnya sebulan sekali untuk membahas permasalahan-permasalahan kaitannya dengan penataan PKL. Bahkan Solo ditunjuk sebagai pusat pelatihan penataan PKL se-Asia Pasifik terkait keberhasilan Pemkot dalam menata PKL di sejumlah titik di Solo. Walaupun diakuinya, hingga kini masih terdapat sejumlah persoalan terkait penataan PKL tersebut. Terutama kondisi pasar-pasar yang menjadi tempat relokasi PKL dari sejumlah kawasan.
Walaupun pemerintah kota Solo sudah melakukan tiga pendekatan tetapi PKL masih susah untuk melaksanakan ide pemerintah dalam mengatasi PKL di Solo itu sendiri. Dalam tuntutannya PKL masih mempunyai bebrapa permintaan kepada pemerintah, antara lain
1. Transportasi harus ada dan kelancarannya punharus dipertimbangkan, baik itu angkot, angkutas pedesaan maupun angkutan yang dapat mendukung adanya penertiban PKL di tempat PKL yang baru.
2. Bakar tempat yang ditinggal, PKL menuntut adanya pembersihan tempat yang telah ditinggalkan sehingga tempat yang lama bisa menjadi lebih nyaman.
Penataan PKL di kota Solo dengan menggunakan 3 pendekatan tersebut ternyata membawa hasil yang menggembirakan bagi masyarakat dan pemerintah, yang mana bahwa PKL di kota Solo dapat menjadi semakin tertib dan terkondisikan. Walaupun belum berhasil 100% tetapi Penataan PKL (Pedagang Kaki Lima) di Solo dapat dijadikan percontohan ditingkat nasional.