Sabtu, 03 Desember 2011

A. PKL (Pedagang Kaki Lima) di Kota Surakarta



Solo merupakan suatu daerah yang cukup sukses dalam penanganan ketertiban kota. keberhasilan Pemerintah kota dalam menata PKL di sejumlah titik di Solo. Walaupun hingga kini masih terdapat sejumlah persoalan terkait penataan PKL tersebut. Terutama kondisi pasar-pasar yang menjadi tempat relokasi PKL dari sejumlah kawasan. Contoh ini dapat dilihat di kondisi Pasar Panggungrejo, Jebres, yang saat ini masih sepi. Walaupun belum berhasil 100% tetapi  Penataan PKL (Pedagang Kaki Lima) di Solo dapat dijadikan percontohan ditingkat nasional.
PKL (Pedagang Kaki Lima) merupakan salah satu penyumbang perputaran ekonomi di suatu daerah. Walaupun unit usahanya tergolong kecil tetapi ketika para PKL dikumpulkan  akan mempunyai nilai yang tinggi bagi perkembangan suatu daerah.
Berikut ini adalah karateristik  PKL sebagai suatu usaha yang dijalankan oleh masyarakat.
         Modal usaha terbatas/kecil
         Waktu tidak  teratur
         Tempat  tidak  permanen
         Pelanggan pada umumnya menengah kebawah
         Pendapatan kecil dan untuk sendiri
         Menggunakan tenaga kerja sedikit
         Tanpa keahlian dan ketrampilan khusus
         Tidak ada keterkaitan dengan usaha lain
         Jenis dagangan tertentu
         Menyediakan barang dan jasa
         Tanpa ijin/ilegal
         Tidak teratur dan bersifat kompetitif
Di berbagai daerah di Indonesia, termasuk di Kota Surakarta/Solo PKL  dianggap sebagai usaha yang bergerak di bidang informal tetapi juga mempunyai banyak segi manfatnya, adapun sisi positif/manfaat adanya PKL adalah
§   Dapat dilakukan banyak orang
§   Menghidupkan daerah yang sepi
§   Alternatif lapangan pekerjaan
§   Mengurangi pengangguran
§   Menumbuhkan jiwa kewirausahaan
§   Menggerakkan dinamika pembangunan /pemberdayaan ekonomi
§   Penyumbang PAD
Selain mempunyai sisi positif, ternyata keberadaan PKL dikota Solo juga mempunyai beberapa segi negatifnya. Adapun segi negatif adanya PKL di Kota Solo adalah sebagai berikut :
§   Menyebabkan kemacetan lalu lintas
§   Terganggunya kebersihan dan keindahan kota
§   Terganggunya kenyamanan pemilik lahan/rumah
§   Terganggunya fasilitas umum kota
§   Potensi konflik horisontal
§   Salah satu sumber kekumuhan kota
PKL dikota Solo/Surakarta selain mendatangkan segi positif, juga mendatangkan efek negatif terhadap  kebersihan dan kenyamanan kota Solo, maka pemerintah kota Solo mempunyai pemikiran mengatasi permasalahan PKL di kota Surakarta. Adapun PKL dan tempat PKL yang ada di Kota Solo adalah sebagai berikut :
PENATAAN PKL
KOTA SURAKARTA
TAHUN
BELUM DITATA
SUDAH DITATA
2005
5.817
-
2006
4.828
989 PKL
2007
3.406
1.422 PKL
2008
2.657
749 PKL
2009
2.344
313 PKL
2010
2.106
238 PKL
JUMLAH SUDAH TERTATA
3.711 PKL



SHELTER PKL KOTA SURAKARTA
LOKASI
JUMLAH
Taman Jurug
23
TamanMakan Pahlawan
46
Pedaringan
18
Manahan
180
Solo Square
89
Loji Wetan
26
Dr. Wahidin
16
Jl. Hasanudin
92
Pucang Sawit
9
Timur PDAM
9
JUMLAH
508

B.   Kebijakan Penataan PKL di kota Solo
Perkembangan PKL yang makin lama makin meningkat maka menyebabkan timbulnya berbagai permasalahan, permasalahan yang muncul menimbulkan Pemikiran Warga Kota Terhadap keberadaan  5.817 PKL di kota yang strategis itu. Pemkiran untuk mengatasi permasalahan PKL di Solo muncul pada tahun 2006.
Pemikiran warga Solo tersebut ada yang positif maupun negatif, berikut ini adalah pemikiran warga Solo terkait dengan keberadaan PKL.
Pemikiran Positif :
§  Aset Kota untuk diberdayakan
§  Peluang kesempatan kerja
§  Penyangga katup ekonomi    informal
Pemikiran Negatif :
§  Merusak fasilitas     umum dan lingkungan
§  Merampas hak warga kota
§  Potensi Konflik
Dengan adanya pemikiran tersebut kemudian pemerintah kota Solo perhatian dan tanggap terhadap pemikiran yang ada dimasyarakat. Akhirnya pemerintah kota Solo mempunyai pemikiran untuk menertibkan adanya PKL di kota Solo. Dan kemudian penataan PKL di kota Solo terus mendapatkan dukungan dari berbagai pihak, baik pemerintah maupun masyarakat.
Adapun  faktor pendukung untuk mengurai persoalan PKL adalah sebagai berikut :
         Karakter kepemimpinan lokal/Wali Kota Solo yang Cerdas, Santun, Konsisten
         Komitmen bersama antara pemerintah dan masyarakat  dalam Pemberdayaan PKL
         Adanya solusi  yang ditawarkan oleh pihak pemerintah kota Solo.
Komitmen bersama dalam mewujudkan kebijakan pemerintah kota dalam penataan PKL di Kota Solo di sepakati oleh Legislatif, Muspida kota Solo, SKPD terkait, masyarakat dan instansi vertikal, sehingga komitmen untuk mengatatasi permasalahan PKL di Kota Solo semakin meningkat baik di dalam masyarakat maupun pemerintah kota Solo.
Dengan adanya dukungan dari berbagai pihak yang ada di kota Solo maka pemerintah Kota Solo semakin mempunyai komitmen kuat untuk melaksanakan peraturan yang ada di kota Solo terkait dengan penataan kota dan PKL.
Surakarta/Solo memiliki peraturan perundang-undangan tentang penataan Pedagang Kaki Lima (PKL) yang telah diimplementasikan. Peraturan perundang-undangan tersebut yaitu:
         Perda No. 8 Tahun 1995 Tentang Pembinaan dan Penataan PKL Kota Surakarta;
         SK Walikota Surakarta No. 2 Tahun 2001 tentang Pedoman Pelaksanaan Perda No. 8 Tahun 1995;
         Perda No. 3 Tahun 2008 Tentang  Pengelolaan PKL Kota Surakarta;
         Perda Kota Surakarta No. 7 Tahun 2009 Tentang Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah;
         SOT Kota Surakarta No. 6 Tahun 2008 Tentang Struktur Organisasi dan Tata Kerja Dinas Pengelolaan Pasar Kota Surakarta.
Peraturan  tersebut kemudian semakin tegas untuk segera dilaksanakan, maka pemerintah kota Solo memulai untuk melaksanakan peraturan tersebut. Adapun penataan PKL di Kota Solo dilaksanakan melalui pendekakatan sosial buadaya.
Pendekatan penataan PKL  melalui  pendekatan sosial budaya tersebut mempunyai  makna dalam penataan PKL di kota Solo. Berikut ini adalah pendekatan sosial budaya yang dilakukan oleh pemerintah kota Solo, yaitu :
1.    Nguwongke uwong
Nguwongke uwong mempunyai makna Menempatkan Manusia pada Harkat & Martabat
2.    Kemitraan
Kemitraan mempunyai makna adanya kebersamaan dalam penataan PKL anatara masyarakat, pemerintah dan PKL itu sendiri sehingga dapat menjadi semakin dimengerti oleh pihak-pihak yang terkait.
3.    Hati nurani
Ada rasa saling mengisi  antara satu pihak dengan pihak yang lain, atau PKL dengan masyarakat dan pemerintah.
4.    Saling menghormati
Adanya Keseimbangan antar PKL, masyarakat dan pemerintah.
Selain menggunakan pendekatan sosial budaya dalam penataan PKL di Solo juga menggunakan pendekatan  ekonomi. Berikut ini adalah tehnik pendekatan ekonomi yang digunakan pemerintah kota Solo dalam melakukan penataan PKL di kota Solo yaitu dengan cara:
1.    Bantuan sarana & prasarana
 Relokasi , Shelter,  Gerobak ,  Tenda
2.    Bantuan dari pemerintah berupa
 Modal Usaha
 Pemindahan
 Pengangkutan
3.    Perijinan
SIUP,  KTPP, SHP   semua diberikan gratis dari pemerintah kepada PKL.
4.    Promosi
Media Elektronik ,  Media Cetak dan dan  Hiburan
Selain  itu ada tambahan dari pemerintah guna mendukung terwujudnya PKL yang tertib dan teratur. Tambahan pendukungnya yaitu:
Ä  Pemberian ijin gratis (SIUP & TDP)
Ä  SHP & KTPP gratis
Ä  Pelatihan manajemen à pedagang
Ä  Dukungan media promosi
Ä  Dana penjaminan kredit à 9 Milyar
Selanjutnya selain dengan kedua pendekatan yang ada ternya pemerintah kota Solo juga menggunakan satu pendekatan lagi untuk menata PKL. pendekatan tersebut adalah pendekatan  normatif. Pendekatan normatif ini adalah pendekatan yang emnggunakan aturan dan sanksi kepada PKL yang melanggar aturan yang berlaku.
Pendekatan Normatif ini di bagi menjadi 2 yaitu :
1.    Pendekatan non yustisi, meliputi :
 Pembinaan : Sosialisasi, Peringatan
 Pemantauan
 Pengawasan
2.    Pendekatan yustisi  meliputi :
 Penindakan
 Peradilan
Selain hal diatas kemajuan yang ada di kota Solo merupakan salah satu fungsi sudah adanya partisipasi masyarakat terkait dengan penataan PKL di kota Solo. Wadah dari masyarakat diberi nama PKL Center dan forum PKL. PKL center dan forum PKL ini nantinya bisa mewadahi dan menampung keluhan dan permasalahan PKL di kota ini agar untuk ke depannya tak lagi ada para PKL yang merasa tidak dilibatkan atau dipikirkan oleh Pemkot. Setidaknya forum tersebut bisa diadakan rutin, misalnya sebulan sekali untuk membahas permasalahan-permasalahan kaitannya dengan penataan PKL. Bahkan  Solo ditunjuk  sebagai pusat pelatihan penataan PKL se-Asia Pasifik terkait keberhasilan Pemkot dalam menata PKL di sejumlah titik di Solo. Walaupun diakuinya, hingga kini masih terdapat sejumlah persoalan terkait penataan PKL tersebut. Terutama kondisi pasar-pasar yang menjadi tempat relokasi PKL dari sejumlah kawasan.
            Walaupun pemerintah kota Solo sudah melakukan tiga pendekatan tetapi PKL masih susah untuk melaksanakan ide pemerintah dalam mengatasi PKL di Solo itu sendiri. Dalam tuntutannya PKL masih mempunyai bebrapa permintaan  kepada pemerintah, antara lain
1.    Transportasi harus ada dan kelancarannya punharus dipertimbangkan, baik itu angkot, angkutas pedesaan maupun angkutan yang dapat mendukung adanya penertiban PKL di tempat PKL yang baru.
2.    Bakar tempat yang ditinggal, PKL menuntut adanya pembersihan tempat yang telah ditinggalkan sehingga tempat yang lama bisa menjadi lebih nyaman.
Penataan PKL di kota Solo dengan menggunakan 3 pendekatan tersebut ternyata membawa hasil yang menggembirakan bagi masyarakat dan pemerintah, yang mana bahwa PKL di kota Solo dapat menjadi semakin tertib dan terkondisikan. Walaupun belum berhasil 100% tetapi  Penataan PKL (Pedagang Kaki Lima) di Solo dapat dijadikan percontohan ditingkat nasional.

1 komentar:

  1. Ya mohon maaf kalau menertibkan pkl ya tlong yg yg adil..warung2besar yg makai fasilitas umum di biarkan

    BalasHapus