Kemiskinan dan KB
Ada
banyak pemahaman tentang kemiskinan. Dari segi kemiskinan absolut, kemiskinan
dapat diartikan sebagai ketidakmampuan seseorang untuk memenuhi kebutuhan
material dasar secara layak serta kegagalan untuk mencapai tingkat kelayakan
minimum (Meier,
1989). Pemahaman ini berhubungan dengan kemiskinan material.
Padahal
bila kita membicarakan tentang kemiskinan, ia tidak hanya berkaitan dengan
kebutuhan material dasar saja, tetapi juga berhubungan dengan berbagai dimensi
lainnya seperti kesehatan, pendidikan, budaya, jaminan masa depan dan peranan
sosial.
Paling
sedikit ada tiga pendekatan untuk melihat sumber kemiskinan yang terjadi dalam
masyarakat. Pertama, Kemiskinan Struktural adalah kemiskinan yang disebabkan
oleh faktor-faktor buatan manusia seperti distribusi aset produktif yang tidak
merata, kebijakan ekonomi yang tidak adil, KKN, Illegal Logging, kegagalan PLG,
serta tatanan perekonomian dunia yang cenderung menguntungkan kelompok
masyarakat tertentu. Kedua, Kemiskinan Kultural adalah kemiskinan yang
disebabkan oleh faktor-faktor budaya(termasuk kepercayaan/ agama), seperti
malas, tidak disiplin, boros, judi, banyak anak, poligami, tertutup dan statis,
masih bertumpu pada kehidupan komunal, serta ketergantungan pada lingkungan
alam. Ketiga, Kemiskinan Natural adalah kemiskinan yang disebabkan oleh faktor-faktor
alamiah atau natural seperti cacat tubuh, sakit, lanjut usia, lahan kritis dan
tidak subur, banjir, tsunami, tanah longsor, dan kebakaran hutan, dan
lain-lain.
Program KB (Keluarga Berencana)
merupakan salah satu bentuk program pemerintah untuk pengentasan kemiskinan,
yaitu dengan cara mengatur perkawinan, mengatur kapan harus punya anak,
mengatur jarak kelahiran, dan mengatur jumlah anak yang ideal dalam suatu
keluarga. Sebagai contoh, akan mudah mendidik dan mengasuh 2 orang anak dari pada 7 – 10 orang anak
dengan kondisi ekonomi yang pas pasan.
Saya
pikir masih belum terlambat bagi kita semua untuk membentuk keluarga kecil
bahagia, sehat dan sejahtera dengan semboyan: “Dua Anak Cukup”. Program KB
bukan hanya untuk Pegawai Negeri dan orang kaya, tetapi untuk seluruh anggota
masyarakat dengan tidak memandang latar belakang suku, agama, kelompok, dan
tingkat sosialnya. Kami
tidak cukup hanya mengharapkan program pengentasan kemiskinan dari pemerintah
saja, tetapi seluruh masyarakat harus berpartisipasi secara aktif ikut
mengentaskan kemiskinan dengan salah satu caranya adalah mengikuti Program
Keluarga Berencana. Di samping itu, tokoh agama dan tokoh masyarakat/adat serta
pihak Perguruan Tinggi perlu ditingkatkan partisipasinya dalam mendukung kegiatan
pemerintah melalui kegiatan penyuluhan, sarasehan, kegiatan seni dan budaya,
serta melalui kegiatan-kegiatan keagamaan.
Membangun
kesadaran masyarakat tentang pentingnya Keluarga Berencana harus dilakukan
secara terus menerus dan dengan berbagai pendekatan sosial seperti memberikan
contoh/tauladan melalui diri kita sendiri, visualisasi/film tentang keluarga
miskin dan keluarga bahagia dalam hubungannya dengan program KB, penyuluhan
tentang beberapa keuntungan secara sosial dan ekonomi dari Program KB, serta
penelitian untuk menggali berbagai kearifan lokal yang dimiliki masyarakat
untuk menunjang program KB. Misalnya, ada beberapa kelompok masyarakat yang
memiliki kearifan lokal untuk mengatur jarak kelahiran, untuk menghentikan
kehamilan, dan untuk membantu proses kelahiran agar tidak merasa sakit serta
perawatan paska melahirkan seperti untuk mengecilkan perut dan merawat kelamin
perempuan dan lain-lain.
Memang
masih banyak tantangan dalam penerapan Program KB ini. Salah satunya adalah
rendahnya tingkat pendidikan(formal) masyarakat kita di daerah
pedesaan/pedalaman. Mindset mereka umumnya telah dibentuk oleh norma-norma
agama dan nilai-nilai budaya yang mereka anggap sebagai sesuatu hal yang
absolut, dan oleh karenanya Program KB pun mereka anggap bertentangan dengan
norma agama dan nilai budaya yang mereka miliki. Tantangan seperti ini bisa
dipecahkan melalui berbagai pendekatan sosial budaya. Misalnya menjalin
kerjasama yang baik dengan berbagai tokoh agama dan tokoh adat serta perguruan
tinggi. Laju pertumbuhan penduduk kita harus ditekan dan bersamaan dengan itu
tingkat kesejahtaraan keluarga harus ditingkatkan secara adil dan merata.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar