Senin, 27 Februari 2012

Kemiskinan dan KB


Kemiskinan dan KB
Ada banyak pemahaman tentang kemiskinan. Dari segi kemiskinan absolut, kemiskinan dapat diartikan sebagai ketidakmampuan seseorang untuk memenuhi kebutuhan material dasar secara layak serta kegagalan untuk mencapai tingkat kelayakan minimum (Meier, 1989). Pemahaman ini berhubungan dengan kemiskinan material.
Padahal bila kita membicarakan tentang kemiskinan, ia tidak hanya berkaitan dengan kebutuhan material dasar saja, tetapi juga berhubungan dengan berbagai dimensi lainnya seperti kesehatan, pendidikan, budaya, jaminan masa depan dan peranan sosial.
Paling sedikit ada tiga pendekatan untuk melihat sumber kemiskinan yang terjadi dalam masyarakat. Pertama, Kemiskinan Struktural adalah kemiskinan yang disebabkan oleh faktor-faktor buatan manusia seperti distribusi aset produktif yang tidak merata, kebijakan ekonomi yang tidak adil, KKN, Illegal Logging, kegagalan PLG, serta tatanan perekonomian dunia yang cenderung menguntungkan kelompok masyarakat tertentu. Kedua, Kemiskinan Kultural adalah kemiskinan yang disebabkan oleh faktor-faktor budaya(termasuk kepercayaan/ agama), seperti malas, tidak disiplin, boros, judi, banyak anak, poligami, tertutup dan statis, masih bertumpu pada kehidupan komunal, serta ketergantungan pada lingkungan alam. Ketiga, Kemiskinan Natural adalah kemiskinan yang disebabkan oleh faktor-faktor alamiah atau natural seperti cacat tubuh, sakit, lanjut usia, lahan kritis dan tidak subur, banjir, tsunami, tanah longsor, dan kebakaran hutan, dan lain-lain.
Program KB (Keluarga Berencana) merupakan salah satu bentuk program pemerintah untuk pengentasan kemiskinan, yaitu dengan cara mengatur perkawinan, mengatur kapan harus punya anak, mengatur jarak kelahiran, dan mengatur jumlah anak yang ideal dalam suatu keluarga. Sebagai contoh, akan mudah mendidik dan mengasuh 2 orang anak dari pada 7 – 10 orang anak dengan kondisi ekonomi yang pas pasan.
Saya pikir masih belum terlambat bagi kita semua untuk membentuk keluarga kecil bahagia, sehat dan sejahtera dengan semboyan: “Dua Anak Cukup”. Program KB bukan hanya untuk Pegawai Negeri dan orang kaya, tetapi untuk seluruh anggota masyarakat dengan tidak memandang latar belakang suku, agama, kelompok, dan tingkat sosialnya. Kami tidak cukup hanya mengharapkan program pengentasan kemiskinan dari pemerintah saja, tetapi seluruh masyarakat harus berpartisipasi secara aktif ikut mengentaskan kemiskinan dengan salah satu caranya adalah mengikuti Program Keluarga Berencana. Di samping itu, tokoh agama dan tokoh masyarakat/adat serta pihak Perguruan Tinggi perlu ditingkatkan partisipasinya dalam mendukung kegiatan pemerintah melalui kegiatan penyuluhan, sarasehan, kegiatan seni dan budaya, serta melalui kegiatan-kegiatan keagamaan.
Membangun kesadaran masyarakat tentang pentingnya Keluarga Berencana harus dilakukan secara terus menerus dan dengan berbagai pendekatan sosial seperti memberikan contoh/tauladan melalui diri kita sendiri, visualisasi/film tentang keluarga miskin dan keluarga bahagia dalam hubungannya dengan program KB, penyuluhan tentang beberapa keuntungan secara sosial dan ekonomi dari Program KB, serta penelitian untuk menggali berbagai kearifan lokal yang dimiliki masyarakat untuk menunjang program KB. Misalnya, ada beberapa kelompok masyarakat yang memiliki kearifan lokal untuk mengatur jarak kelahiran, untuk menghentikan kehamilan, dan untuk membantu proses kelahiran agar tidak merasa sakit serta perawatan paska melahirkan seperti untuk mengecilkan perut dan merawat kelamin perempuan dan lain-lain.
Memang masih banyak tantangan dalam penerapan Program KB ini. Salah satunya adalah rendahnya tingkat pendidikan(formal) masyarakat kita di daerah pedesaan/pedalaman. Mindset mereka umumnya telah dibentuk oleh norma-norma agama dan nilai-nilai budaya yang mereka anggap sebagai sesuatu hal yang absolut, dan oleh karenanya Program KB pun mereka anggap bertentangan dengan norma agama dan nilai budaya yang mereka miliki. Tantangan seperti ini bisa dipecahkan melalui berbagai pendekatan sosial budaya. Misalnya menjalin kerjasama yang baik dengan berbagai tokoh agama dan tokoh adat serta perguruan tinggi. Laju pertumbuhan penduduk kita harus ditekan dan bersamaan dengan itu tingkat kesejahtaraan keluarga harus ditingkatkan secara adil dan merata.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar